Rabu, 28 Oktober 2020

Pramoedya: Jang Harus Dibabat dan Harus Dibangun (1)

 

Pramoedya, Bintang Timur (Lentera), 10 Aug, 1 Sept, 7 Sept, 12 Okt 1962

 

JANG HARUS DIBABAT DAN HARUS DIBANGUN

Pramoedya Ananta Toer

(Bintang Timur (Lentera), 10 August 1962)

 

Tahun 1953, atau 10 th. jl, merupakan perkisaran jang penting terutama dalam dunia sastra Indonesia. Pada th. itu nampak benar berapa galangan jang dengan penuh kesabaran dibangunkan oleh Sticusa, bagian demi bagian mulai berhasil. Pemerintah Belanda jang mulai ragu2 tentu manfaat kerdja Sticusa bagi keuntungan keuangan di waktu dekat mendatang dengan gopahgapah hendak menarik djatah dana dari Dana Bernhard kepada Sticusa. Sebaliknja, Sticusa, jang dipimpin oleh para bekas residen atau asisten residen serta orang2 dari bekas kabinet van Mook, mengerti benar, bahwa ikatan-batin dengan golongan intelektual Indonesia harus dipelihara dan diselamatkan, buat menjelamatkan hubungan ekonomi dan djuga politik dengan negeri bekas djadjahan, jang dalam keadaan bagaimanapun harus tetap bisa memberikan keuntungan moril dan materiil bagi Belanda.

Begitulah untuk menundjukkan manfaat Sticusa, untuk membuktikan, bahwa hubungan kultural merupakan bagian penting dalam mempertahankan dominasi ekonomi dan politik atas negeri bekas djadjahannja, pada bulan Djuli 1953 Sticusa dengan gerak tjepat telah  menjelenggarakan  Simposion  Sastra  Modern  Indonesia. Kesengadjaan dari Simposion ini benar2 mengagumkan. Undangan bukan sadja terbatas pada para sardjana dan seniman Belanda, djuga sardjana2 Inggris, Djerman, Australia, Amerika dan Indonesia tentu.

Dengan demikian, Simposion Sastra Modern Indonesia jang pertama-tama, bukan hanja tidak berlangsung di Indonesia, djuga mempunjai forum jang sedikit-banjaknja bersifat internasional. Daja penarik Simposion jang mendapat sukses gilang gemilang ialah "rijst-tafel" atau "makanan Indonesia," dan Simposion berlaku dari pagi2 sampai matari Belanda hilang sama sekali dari langit Eropa.

Besoknja seluruh pers Belanda, dan beberapa pers Eropa di luar Nederland, memberitakan laporan2 dari Simposion ini, dan Sticusa "terpaksa" tidak dirubuhkan oleh pemerintah Belanda.

Pers Indonesia djuga banjak memberitakan peristiwa ini. Bahkan setahun kemudian Senat Mahasiswa Fakultas Sastra UI mau tak mau harus djuga bergerak menjelenggarakan Simposion Sastra pula.

Simposion Sastra pertama jang berlangsung di Nederland ini mengandung unsur2 bagi perkembangan sastrawan dan sastra Indonesia sesudah itu. Di sinilah sardjana hukum Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan, bahwa "Revolusi telah menjebabkan manusia modern Indonesia menginsafi, bahwa kemerdekaan jang telah diperdjuangkannja dengan bersemangat itu pada hakikatnja membuatnja lebih melarat, karena ia telah kehilangan se- gala2nja..." (dan dalam situasi kehilangan semua2nja ini pembitjara itu sendiri, telah berhasil mengeduk keuntungan berlimpah sampai dapat meningkatkan djumlah miljuner nasional dengan dirinja sendiri). Andil Takdir kepada Revolusi memang meragukan, sekalipun ia anggota KNIP dari sajap PSI, seorang kapitalis jang bitjara atas nama sosialis. Pada waktu itu Takdir masih sangat berpengaruh karena djasa2nja sebelum pendudukan Djepang, baik di lapangan kebudajaan pada umumnja maupun di lapangan sastra pada chususnja terutama di bidang pengadjaran-sastra jang selamanja ketinggalan dari perkembangan sastra itu sendiri. Benar waktu itu telah timbul djuga Angkatan 45 jang menolak Takdir, tapi masarakat sastra sendiri masih kurang kritik. Dan benar sekali, bahwa


dalam simposion ini Asrul Sani sebagai wakil Angkatan 45 djuga angkat bitjara, tapi Angkatan Pudjangga Baru jang disini diwakili oleh Takdir sudah sampai pada taraf perkembangannja  jang  masak,  dilandasi  oleh  pengalaman  jang  luas,  sehingga  tidak semudah itu dapat didorong ke belakang. Maka dalam Simposion ini Takdir berhasil dalam pengutaraannja bahwa suatu impasse sedang mentjekam Indonesia dibidang sastra dan kebudajaan  pada  umumnja.  Ia  berhasil  membuktikan,  bahwa  Revolusi  merupakan bantahan terhadap kebudajaan Pudjangga Baru. Dan 10 th kemudian, 1962, tidak lain dari Iwan Simatupang dengan tjerpennja Tegak Lurus Dengan Langit jang telah berdjasa dalam memberi  bentuk  pada  pikiran  Takdir  ini  sehingga  mendjadi  semakin djelas,  bahwa Revolusi 45 tjumalah sadisme!


Sama sekali bukan sesuatu jang mengherankan, bila Iwan ini djuga jang pada thn1953, beberapa bulan setelah selesai Simposion melajangkan surat kepada Sticusa; sedia tandatangani sjarat apa pun djuga bila Sticusa mau undang gua ke Nederland. Sjarat2 apa jang telah ditandatangani oleh Iwan ini, tak ada jang tahu, ketjuali dia sendiri dan Sticusa, setidak2nja dia dapat undangan ke Nederland (1955). Dan sama sekali bukan sesuatu jang mengherankan, bila Iwan jang ini djuga, jang telah gondol beberapa puluhribu uang modal Pekan Teater, sesuai dengan pandangannja, bahwa Revolusi 45 hanjalah sadisme, karena itu harus dirubuhkan sambil mendapat keuntungan dari pekerdjaan ini.

 

(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar