Pramoedya, Bintang Timur (Lentera), 10
Aug, 1 Sept, 7 Sept, 12 Okt 1962
JANG HARUS DIBABAT DAN
HARUS DIBANGUN
Pramoedya Ananta Toer
(Bintang Timur (Lentera), 10
August 1962)
Tahun 1953, atau 10 th. jl, merupakan perkisaran jang penting terutama dalam dunia
sastra Indonesia. Pada
th.
itu nampak benar berapa galangan jang dengan penuh
kesabaran dibangunkan oleh Sticusa,
bagian demi bagian mulai berhasil. Pemerintah
Belanda jang mulai ragu2
tentu manfaat kerdja Sticusa bagi keuntungan keuangan di waktu dekat
mendatang dengan gopahgapah hendak menarik djatah dana dari Dana Bernhard kepada Sticusa. Sebaliknja, Sticusa, jang dipimpin oleh para bekas residen atau asisten residen serta orang2 dari bekas kabinet van Mook, mengerti benar, bahwa ikatan-batin dengan golongan intelektual Indonesia harus dipelihara dan diselamatkan, buat
menjelamatkan hubungan
ekonomi dan djuga politik dengan negeri bekas djadjahan,
jang dalam keadaan bagaimanapun
harus tetap bisa memberikan keuntungan moril dan materiil
bagi Belanda.
Begitulah untuk menundjukkan manfaat Sticusa, untuk membuktikan, bahwa hubungan kultural merupakan bagian penting dalam
mempertahankan
dominasi ekonomi dan politik atas negeri bekas djadjahannja, pada bulan Djuli 1953 Sticusa dengan
gerak tjepat telah
menjelenggarakan Simposion Sastra Modern Indonesia. Kesengadjaan dari
Simposion ini benar2
mengagumkan. Undangan bukan sadja terbatas pada para sardjana dan seniman Belanda, djuga sardjana2
Inggris, Djerman, Australia, Amerika dan
Indonesia tentu.
Dengan demikian, Simposion Sastra Modern Indonesia jang pertama-tama, bukan
hanja tidak berlangsung di
Indonesia, djuga mempunjai forum jang sedikit-banjaknja bersifat internasional. Daja
penarik Simposion jang mendapat sukses gilang gemilang ialah
"rijst-tafel"
atau "makanan Indonesia,"
dan Simposion berlaku dari pagi2 sampai matari Belanda hilang sama sekali dari langit Eropa.
Besoknja seluruh pers Belanda, dan
beberapa pers Eropa di luar Nederland,
memberitakan laporan2
dari Simposion ini, dan
Sticusa "terpaksa" tidak dirubuhkan
oleh pemerintah Belanda.
Pers Indonesia djuga banjak memberitakan peristiwa ini. Bahkan setahun kemudian Senat Mahasiswa Fakultas Sastra UI mau tak mau harus djuga bergerak menjelenggarakan Simposion Sastra
pula.
Simposion Sastra pertama jang berlangsung di
Nederland ini mengandung unsur2 bagi perkembangan sastrawan dan sastra Indonesia sesudah itu. Di
sinilah sardjana
hukum Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan, bahwa
"Revolusi telah menjebabkan manusia modern Indonesia menginsafi, bahwa kemerdekaan jang
telah diperdjuangkannja dengan bersemangat itu pada
hakikatnja membuatnja lebih melarat, karena ia telah kehilangan
se- gala2nja..." (dan dalam situasi kehilangan semua2nja ini pembitjara itu sendiri, telah
berhasil mengeduk keuntungan berlimpah sampai dapat
meningkatkan djumlah miljuner nasional dengan dirinja
sendiri). Andil Takdir kepada
Revolusi memang meragukan, sekalipun ia anggota KNIP dari sajap PSI, seorang kapitalis jang bitjara atas nama sosialis. Pada waktu itu Takdir masih sangat
berpengaruh karena djasa2nja sebelum pendudukan Djepang, baik di lapangan kebudajaan pada umumnja maupun di lapangan
sastra pada
chususnja
terutama di bidang pengadjaran-sastra jang selamanja
ketinggalan dari perkembangan sastra itu sendiri. Benar waktu itu telah timbul djuga Angkatan 45 jang
menolak Takdir, tapi masarakat sastra sendiri masih kurang kritik. Dan benar sekali, bahwa
dalam simposion ini Asrul Sani sebagai wakil Angkatan 45 djuga angkat bitjara, tapi Angkatan Pudjangga Baru jang disini diwakili oleh Takdir sudah sampai pada taraf perkembangannja jang masak, dilandasi oleh pengalaman jang luas, sehingga tidak semudah itu dapat didorong ke belakang. Maka dalam Simposion ini Takdir berhasil dalam pengutaraannja bahwa suatu impasse sedang mentjekam Indonesia dibidang sastra dan kebudajaan pada umumnja. Ia berhasil membuktikan, bahwa Revolusi merupakan bantahan terhadap kebudajaan Pudjangga Baru. Dan 10 th kemudian, 1962, tidak lain dari Iwan Simatupang dengan tjerpennja Tegak Lurus Dengan Langit jang telah berdjasa dalam memberi bentuk pada pikiran Takdir ini sehingga mendjadi semakin djelas, bahwa Revolusi 45 tjumalah sadisme!
Sama sekali bukan sesuatu jang mengherankan, bila Iwan ini djuga jang pada thn1953, beberapa bulan setelah selesai Simposion melajangkan surat kepada Sticusa; sedia tandatangani sjarat apa pun djuga bila Sticusa mau undang gua ke Nederland. Sjarat2 apa jang telah ditandatangani oleh Iwan ini, tak ada jang tahu, ketjuali dia sendiri dan Sticusa, setidak2nja dia dapat undangan ke Nederland (1955). Dan sama sekali bukan sesuatu jang mengherankan, bila Iwan jang ini djuga, jang telah gondol beberapa puluhribu uang modal Pekan Teater, sesuai dengan pandangannja, bahwa Revolusi 45 hanjalah sadisme, karena itu harus dirubuhkan sambil mendapat keuntungan dari pekerdjaan ini.
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar